Easylifehub.id – Gunung Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) di Papua kembali menjadi sorotan setelah dua pendaki, Lilie Wijayati Poegiono dan Elsa Laksono, meninggal dunia dalam ekspedisi mereka. Jenazah keduanya berhasil diturunkan ke Lembah Kuning dan menunggu proses evakuasi udara ke Timika. Artikel ini mengulas kronologi insiden, tantangan evakuasi di medan ekstrem, serta pentingnya persiapan matang bagi calon pendaki.
Mendaki Gunung Carstensz sendiri tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Kalian harus memiliki pengalmaan mendaki gunung seven summit sebelum memutuskan untuk mendaki puncak Carstensz. Perlu pelatihan mental dan fisik yang baik sebelum kalian memutuskan untuk mendaki puncak tertinggi di Indonesia tersebut. Namun, untuk berlatih, kalian bisa mencoba mendaki gunung-gunung yang tidak terlalu ekstrim yang ada di Indonesia.
Pada Sabtu, 1 Maret 2025, dua pendaki perempuan asal Jakarta, Lilie (59 tahun) dan Elsa (58 tahun), dinyatakan meninggal selama pendakian Puncak Carstensz. Menurut Ketua Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), Rahman Mukhlis, jenazah mereka berhasil diturunkan ke Lembah Kuning (4.200 mdpl) pada Sabtu sore. Evakuasi udara direncanakan menggunakan helikopter pada Ahad pagi, 2 Maret 2025, menuju Timika sebelum dipulangkan ke Jakarta.
Rahman menjelaskan:
“Kami belum mengetahui detail kronologi kematian. Namun, dugaan sementara terkait hipotermia atau kelelahan ekstrem. Tim pendaki lain juga mengalami hipotermia, tapi kondisi mereka telah membaik.”
Rute pendakian menuju puncak Carstensz tidaklah mudah. Perjalanan dari Lembah Kuning ke puncak melewati beberapa area yang memiliki nama khas, yaitu Teras I, Teras II, Teras III, dan Teras Besar. Setiap teras memiliki karakteristik medan yang berbeda-beda. Teras Besar, misalnya, dikenal dengan area terbuka yang luas dan menjadi titik persinggahan sebelum pendakian menuju puncak utama.
Pendakian dari Lembah Kuning menuju puncak dimulai dengan proses mendaki tebing yang cukup curam. Setelah melewati area Teras Besar, para pendaki harus menaklukkan tebing vertikal menuju Summit Ridge. Tidak hanya itu, perjalanan ini juga dilanjutkan dengan menyeberangi jurang dengan teknik Tyrolean sepanjang 20 meter. Selain jurang tersebut, terdapat pula dua celah sempit dengan lebar sekitar 5-10 meter yang harus dilewati, menambah deretan tantangan fisik dan mental yang harus dihadapi oleh para pendaki.
Setiap tahapan pendakian ini memerlukan konsentrasi tinggi dan kesiapan untuk menghadapi berbagai kemungkinan, mulai dari cuaca buruk hingga kondisi fisik yang menurun akibat tekanan ketinggian. Pengalaman dan panduan dari pemandu yang handal seperti Rahman menjadi faktor penentu dalam menjaga keselamatan tim pendakian.
Kejadian tragis di Carstensz ini tidak hanya memicu proses evakuasi, tetapi juga memunculkan upaya investigasi untuk mengetahui penyebab pasti kematian kedua pendaki. Pihak APGI bersama operator pendakian telah berkoordinasi dengan aparat kepolisian serta Basarnas untuk menindaklanjuti insiden ini. Koordinasi yang terjalin di antara berbagai instansi ini menunjukkan betapa pentingnya sinergi dalam menghadapi situasi darurat di medan pegunungan.
Rahman Mukhlis mengungkapkan bahwa informasi terkait kronologi kejadian masih terus dikumpulkan. Hingga saat ini, belum ada keterangan yang pasti apakah kecelakaan terjadi saat tim pendaki sedang dalam perjalanan menuju puncak atau saat mereka sedang dalam fase penurunan. Hal ini menambah ketidakpastian dan keprihatinan di kalangan komunitas pendaki. Investigasi mendalam diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung ini. Kabarnya, Fiersa Besari juga termasuk dalam rombongan ini, namun masih belum ada keterangan resmi terkait hal ini.
Ekspedisi Lilie dan Elsa dimulai dari Timika menggunakan helikopter menuju Lembah Kuning. Rute pendakian meliputi:
Faktor risiko utama:
Evakuasi ini melibatkan:
Rahman menambahkan:
“Ada 10 pendaki dengan 5 pemandu dalam ekspedisi ini. Kami telah berkoordinasi dengan Basarnas untuk mempercepat evakuasi.”
Berdasarkan data pendakian Carstensz 2015-2025, 70% kematian disebabkan oleh:
Dr. Andi Wijaya, ahli medis pendakian, menyatakan:
“Pendaki berusia di atas 50 tahun perlu pemeriksaan jantung dan tekanan darah ketat. Aklimatisasi 3-4 hari di Lembah Kuning wajib dilakukan.”
Menurut SOP Basarnas, tahapan evakuasi jenazah di gunung meliputi:
Bagi calon pendaki, berikut tips dari APGI:
Pendakian Carstensz hanya diizinkan untuk 100-150 orang per tahun. Namun, sampah pendaki dan erosi jalur semakin mengancam ekosistem. Reza Andika, aktivis lingkungan Papua, menekankan:
“Pemerintah perlu memberlakukan denda Rp 10-50 juta bagi pendaki yang membuang sampah sembarangan. Lembah Kuning bukan tempat sampah!”
Insiden meninggalnya Lilie dan Elsa mengingatkan kita bahwa pendakian ekstrem bukanlah aktivitas rekreasi biasa. Kolaborasi antara persiapan fisik, perlengkapan memadai, dan kepatuhan pada protokol keselamatan menjadi kunci kesuksesan ekspedisi. Bagi keluarga pendaki, kami turut berduka dan berharap proses evakuasi berjalan lancar.
Easylifehub.id - Indonesia dikenal sebagai negeri seribu pulau yang kaya akan budaya, tradisi, dan tentu…
Easylifehub.id - Diet sering kali diasosiasikan dengan pengorbanan: tidak makan malam, membatasi makanan favorit, atau…
Easylifehub.id - Event Anime Japan 2025 telah sukses digelar dan kembali menjadi magnet bagi para penggemar…
Easylfehub.id - Liburan impian tak harus mahal. Salah satu cara menghemat anggaran perjalanan adalah dengan…
Easylifehub.id - Kuala Lumpur ke Jakarta jadi rute penting buat kamu yang sering pulang-pergi untuk urusan…
Easylifehub - Di tengah geliat tren kuliner yang terus berubah, camilan kekinian dari UMKM lokal…
This website uses cookies.