Gas Air Mata Masuk Sekolah: Masyarakat Jadi Tumbal Investasi Cina

Gas Air Mata Masuk Sekolah: Masyarakat Jadi Tumbal Investasi Cina

Serba Serbi

easylifehub.id – Anak-anak yang sedang belajar di sekolah dan orang dewasa terpaksa berhamburan keluar dari kelas mereka saat udara di Pulau Rempang terasa tercemar dengan gas air mata yang mencekam. Pada tanggal 7 September yang memprihatinkan, aparat keamanan gabungan TNI-Polri-Satpol PP datang dengan paksa ke Pulau Rempang di Batam, Kepulauan Riau.

Misi mereka adalah mengawal tim yang akan melakukan pengukuran dan mematok batas untuk proyek strategis nasional yaitu Rempang Eco City, yang dikelola oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) atas perintah dari Badan Pengusahaan (BP) Batam. Dengan menggunakan 60 armada, aparat ini memaksa masuk ke wilayah Rempang.

Amnesty International Indonesia bersama dengan LBH Pekanbaru, YLBHI, dan WALHI mencatat bahwa sekitar 1.000 personel gabungan dikerahkan dalam upaya untuk mengawal pemasangan patok dan pengukuran untuk rencana kawasan “Rempang Eco City” yang memiliki luas 17.000 hektar dan akan digunakan sebagai kawasan industri, perdagangan jasa, dan pariwisata. Proyek ini termasuk dalam program strategis nasional tahun ini, sebagaimana yang telah diatur dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023.

Namun demikian, masyarakat yang tinggal di 16 perkampungan di Pulau Rempang berusaha untuk menghentikan pemasangan patok tersebut karena mereka menolak untuk direlokasi. Masyarakat adat yang menolak kehadiran aparat gabungan ini melakukan pemblokiran dengan cara menebang pohon dan menempatkan blok kontainer di tengah jalan.

Aparat kepolisian, TNI, Satuan Polisi Pamong Praja, dan pengamanan BP Batam berusaha membersihkan rintangan tersebut dengan cara menebang pohon di jalan. Dalam keadaan semacam ini, aparat pun memasuki wilayah Rempang dan bentrokan pun tak terhindarkan.

Polisi Tembak Gas Air Mata

Warga Pulau Rempang yang Ditahan Harus Dibebaskan - Bacaan Kiai, Santri &  Pemerhati
Gas Air Mata Masuk Sekolah: Masyarakat Jadi Tumbal Investasi Cina

Aparat kepolisian melepaskan gas air mata dan meriam air sebagai upaya untuk membubarkan blokade yang dilakukan oleh warga di Jalan Trans Barelang. Lokasi ini berada di dekat Jembatan Barelang yang menghubungkan Pulau Rempang dan Pulau Setokok di selatan Pulau Batam. Video tindakan represif ini menjadi viral dan bahkan suara tembakan juga terdengar dalam rekaman video bentrokan tersebut. Salah satu korban dalam insiden ini adalah Ridwan. Ia terekam dalam video dengan wajah yang penuh dengan darah dan dibantu oleh beberapa warga yang berusaha menghindar dari gas air mata.

“Saya langsung dibawa ke Puskesmas Marinir untuk mendapatkan pertolongan,” kata Ridwan kepada Koran Tempo. Tidak hanya warga yang menghentikan aparat, tetapi juga para siswa yang ikut terkena dampak dari paparan gas air mata dan mengalami luka-luka. Para pengajar di sekolah sekitar sebenarnya sudah meminta agar gas air mata tidak ditembakkan ke arah sekolah.

Dalam sebuah video, terlihat bahwa sebuah sekolah di Rempang dipenuhi oleh asap. Beberapa pengajar terlihat berlarian dengan membawa beberapa murid melalui pintu belakang sekolah. Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Kepri), Irjen Tabana Bangun, mengatakan bahwa tindakan aparat kepolisian selama ini telah sangat manusiawi. Menurutnya, pihak berwenang sudah melakukan sosialisasi kepada warga sebelumnya.

“Sehingga malam ini masyarakat sudah memahami (tujuan aparat gabungan), sehingga kegiatan sudah selesai,” kata Tabana pada tanggal 7 September kemarin. Namun, Mabes Polri membantah adanya korban luka dalam bentrokan antara aparat TNI-Polri-Satpol PP dengan warga di Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 7 September 2023.

“Tidak ada korban luka. Saya ulangi, tidak ada korban baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan anggota,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, di gedung Bareskrim pada hari Jumat, tanggal 8 September 2023. Ramadhan mengatakan bahwa situasi di Rempang sudah kondusif sejak kemarin. Ia membantah kabar bahwa beberapa siswa pingsan dan bayi meninggal. Ia menegaskan bahwa tidak ada korban dalam insiden tersebut dan mengklaim bahwa tembakan gas air mata hanya menyebabkan gangguan sementara.

BACA JUGA:  Mengenang Michelle Kurisi Doga: Pejuang HAM di Tanah Papua yang Gugur

“Itu adalah informasi yang tidak benar. Jadi tidak ada korban. Saya ulangi, tidak ada korban dalam peristiwa kemarin,” kata Ramadhan.

Siswa Sekolah Dasar Terkena Gas Air Mata

Gas Air Mata Masuk Sekolah: Masyarakat Jadi Tumbal Investasi Cina
Gas Air Mata Masuk Sekolah: Masyarakat Jadi Tumbal Investasi Cina

Polri juga berdalih bahwa gas air mata yang dilepaskan oleh aparat kepolisian saat bentrokan terbawa angin dan secara tak sengaja mengarah ke sekolah. “Ini terjadi karena tindakan pengamanan oleh aparat kepolisian yang menyemprotkan gas air mata ketika angin bertiup, yang akhirnya mengganggu penglihatan sementara,” ujar Ramadhan.

Selain itu, kepolisian juga menangkap 8 orang yang terlibat dalam bentrokan tersebut. Ahmad Ramadhan mengungkapkan bahwa kedelapan orang tersebut ditangkap karena mereka membawa senjata tajam. “Mereka diamankan karena membawa beberapa senjata tajam seperti ketapel, batu, dan barang berbahaya lainnya,” tambahnya.

Pada Jumat, 8 September kemarin, kepolisian menetapkan tujuh orang dari delapan tersangka tersebut. “Kami telah memeriksa 8 orang dan 7 di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kapolresta Barelang (Batam, Rempang, Galang) Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto pada Jumat, 8 September 2023. Nuryanto mengungkapkan bahwa mereka ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan perlawanan terhadap petugas gabungan ketika mereka mencoba masuk ke Pulau Rempang, Batam, untuk melakukan pengukuran dan pematokan lahan.

“Mereka melakukan perlawanan terhadap petugas, ada yang melempar batu, bom molotov,” papar Nugroho. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh jajaran Polresta Barelang melalui foto dan rekaman menunjukkan bahwa tindakan 7 orang tersebut memenuhi unsur hukum. “Kami memiliki foto dan rekaman sebagai bukti,” jelasnya. Drakes, seorang pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, meminta pemerintah dan DPR untuk membentuk tim independen yang bertugas mengusut tuntas bentrokan tersebut.

“Pemerintah dan DPR perlu menjelaskan kepada publik secara transparan dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang menggunakan kekuasaan secara arogan,” tutur Bambang seperti yang dikutip dari Antara pada Jumat, 8 September 2023. Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, juga meminta Polri agar tidak membantah adanya korban luka, termasuk anak-anak, dalam bentrokan antara warga Pulau Rempang, Kepulauan Riau, dengan aparat keamanan.

“Menolak fakta ini hanya akan merugikan citra Polri. IPW memiliki data mengenai korban tersebut dan bukti-bukti dari para korban,” ujar Sugeng kepada Tempo pada Sabtu, 9 September 2023. Menurut Sugeng, lebih baik untuk memberikan pernyataan terbuka dan mengakui adanya kesalahan di lapangan. Ia menjelaskan bahwa sikap terbuka dan pengakuan atas kesalahan tersebut dapat mengurangi penderitaan para korban. “Menolak fakta ini hanya akan menambah penderitaan para korban. Laporan yang ada dari Polres maupun Polda juga harus diperiksa ulang,” sambungnya.

Rencana Proyek di Rempang

Pulau Rempang juga termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) 2023 dan direncanakan akan menjadi kawasan industri, perdagangan, dan pariwisata yang diberi nama Rempang Eco-City. Pembangunan kawasan industri seluas 17 hektar ini akan dilakukan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), sebuah anak perusahaan milik Tommy Winata. Rempang Eco-City ditargetkan dapat menarik nilai investasi senilai Rp 381 triliun pada tahun 2080.

Pemerintah Republik Indonesia juga menargetkan bahwa pengembangan Kawasan Rempang Eco City dapat menyerap hingga 306.000 tenaga kerja hingga tahun 2080 mendatang. BP Batam ditunjuk untuk mengawal realisasi investasi tersebut dan akan merelokasi seluruh penduduk Pulau Rempang. Di Pulau Rempang terdapat 16 kampung tua dan pemukiman warga asli. Jumlah seluruh kampung tua tersebut tidak mencapai 10% dari luas total Pulau Rempang. Warga di kampung tua tersebut terdiri dari berbagai suku, termasuk Suku Melayu, Suku Orang Laut, dan Suku Orang Darat.

BACA JUGA:  Ini Nasib Pengantin Prewedding Pakai Flare yang Bikin Kebakaran

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md., menegaskan bahwa warga yang tinggal di Pulau Rempang memang harus direlokasi. Hal ini dikarenakan pemerintah telah menyerahkan lahan tersebut untuk pengembang swasta. Dengan demikian, perusahaan yang telah diberi izin untuk mengembangkan kawasan tersebut memiliki hak untuk menggunakan wilayah tersebut. “Kasus ini bukan penggusuran, tapi pengosongan, karena hak penggunaan lahan telah diserahkan kepada pemiliknya,” jelas Mahfud pada tanggal 8 September di kantor Menko Polhukam.

Komnas HAM Turun Tangan

Gas Air Mata Masuk Sekolah: Masyarakat Jadi Tumbal Investasi Cina

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga ikut campur tangan dalam kasus ini dan menekan kepolisian untuk membebaskan warga Pulau Rempang yang ditahan. “Komnas HAM meminta pembebasan warga yang ditahan,” ujar Ketua Komnas HAM. Atnike Nova Sigiro, dalam keterangan resminya pada Jumat, 8 September 2023. Komnas HAM juga mencatat bahwa peristiwa ini telah menimbulkan korban di kalangan masyarakat, termasuk perempuan dan anak-anak. Atnike mengecam bentrokan antara aparat keamanan dan warga setempat yang menyebabkan korban baik di kalangan anak-anak maupun orang dewasa. Komnas HAM menekankan pentingnya penghentian pengerahan pasukan dan tindakan represif terhadap masyarakat, serta mengutamakan dialog.

“Komnas HAM meminta pemerintah daerah untuk melakukan pemulihan bagi masyarakat yang mengalami kekerasan dan trauma, terutama bagi anak-anak yang membutuhkan perawatan khusus,” tegas Atnike. Dalam hal ini, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, juga menyuarakan keprihatinannya. Menurutnya, aparat telah menanggapi protes warga dengan menggunakan kekuatan berlebihan, seperti pentungan dan gas air mata.

Usman mengungkapkan bahwa tindakan ini tidak hanya membahayakan orang dewasa, tetapi juga anak-anak yang sedang belajar di kelas. “Sulit untuk membenarkan bahwa gas air mata dapat masuk ke area sekolah karena tertiup angin. Tindakan berlebihan seperti ini jelas merugikan hak asasi manusia dan melanggar hukum internasional maupun hukum nasional.” ungkap Usman dalam keterangan resminya pada Jumat, 8 September 2023 di situs web Amnesty International Indonesia.

Prabianto menyampaikan bahwa dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat Pulau Rempang, yang terletak di Kepulauan Riau dekat dengan kota Batam, baru mengetahui bahwa BP Batam, sebuah badan pengelolaan wilayah, meminta Badan Pertanahan Nasional menyerahkan hak pengelolaan lahan (HPL) di Pulau Rempang kepada mereka.

Namun, hal ini telah menimbulkan ketidakpuasan di antara masyarakat setempat. Menurut kata Prabianto, masyarakat telah secara turun-temurun menguasai dan memanfaatkan sebagian lahan di Pulau Rempang. Oleh karena itu, masyarakat menolak digusur dari tanah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun.

Prabianto menegaskan bahwa pemerintah maupun pengembang kawasan tidak boleh sembarangan memindahkan masyarakat yang telah lama bermukim di Pulau Rempang. Hal ini sejalan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dan norma-norma yang menjadi target pembangunan berkelanjutan (SDG’s). Prabianto berpendapat bahwa rencana pembangunan seharusnya bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, bukan untuk menghilangkan hak-hak mereka. Oleh karena itu, Prabianto menekankan pentingnya musyawarah antara BP Batam, Pemerintah Kota Batam, dan masyarakat Pulau Rempang. Dalam musyawarah ini, Prabianto ingin mencari opsi yang dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.

Potensi Ekonomi Jadi Sebab Bentrok di Batam

Gas Air Mata Masuk Sekolah: Masyarakat Jadi Tumbal Investasi Cina

Pulau Rempang sendiri memiliki potensi besar dalam sektor pariwisata dan perikanan. Keindahan alamnya, pantai yang masih asri, serta pesona bawah lautnya menjadikan pulau ini menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Selain itu, nelayan di Pulau Rempang juga menggantungkan hidup mereka pada hasil tangkapan ikan. Oleh karena itu, keberlanjutan pengelolaan lahan dan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam di Pulau Rempang menjadi sangat penting untuk tetap memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Pulau Rempang juga dilirik oleh investor China. Mereka melihat potensi besar di pulau ini dan berencana untuk mengembangkan proyek properti dan infrastruktur di sana. Hal ini mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat. Beberapa mendukung kedatangan investor China, karena mereka berharap hal ini akan membawa kemajuan dan lapangan kerja baru bagi mereka. Namun, ada juga yang khawatir bahwa kehadiran investor China akan mengubah karakter Pulau Rempang dan merugikan masyarakat setempat.

BACA JUGA:  Kebakaran di Bromo karena Flare, Kronologi dan Tersangka!

Konflik antara pengembang, pemerintah, dan masyarakat tidak hanya terjadi di Pulau Rempang, tetapi juga di daerah sekitar Batam secara umum. Kepulauan Riau, terutama Batam, telah menjadi pusat investasi dan pembangunan di Indonesia. Investasi asing, terutama dari China, telah mengalir ke kawasan ini, membuka lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, kehadiran investor China juga menimbulkan beberapa pertanyaan tentang dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan. Beberapa orang khawatir bahwa pengembangan infrastruktur yang cepat dan besar-besaran akan mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan hak-hak masyarakat setempat.

Dalam beberapa kesempatan, bentrok fisik antara masyarakat setempat dan pihak keamanan yang menjaga proyek-proyek investor China terjadi di Batam. Bentrokan ini sering kali diwarnai dengan gas air mata dan kekerasan. Hal ini menunjukkan ketidakpuasan dan ketegangan masyarakat dalam menyikapi pengembangan wilayah yang terkesan tidak mempertimbangkan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Potensi Pembangunan di Pulau Rempang

Namun, kondisi ini juga menunjukkan perlunya percepatan dialog antara pihak-pihak yang terlibat. BP Batam dan Pemerintah Kota Batam perlu melakukan pendekatan yang lebih sensitif terhadap masyarakat Pulau Rempang. Mereka harus mendengarkan suara-suara masyarakat dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Transparansi dalam proses pengambilan keputusan juga menjadi sangat penting guna menghindari konflik yang lebih besar di masa depan.

Dalam konteks ini, masyarakat Pulau Rempang juga perlu membuka diri untuk memberikan masukan dan dukungan terhadap pembangunan yang berkelanjutan. Keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan proyek dapat menjaga komunikasi yang baik antara pemerintah, investor, dan masyarakat. Dengan demikian, Pulau Rempang dapat mengembangkan potensinya dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat.

Peluang pengembangan di Pulau Rempang tidak hanya terbatas pada sektor pariwisata dan perikanan. Pendekatan yang lebih holistik dapat melibatkan pemanfaatan energi terbarukan dan sumber daya alam yang layak bagi keberlanjutan. Pulau Rempang memiliki sinar matahari yang cukup besar sepanjang tahun, sehingga penggunaan energi surya dapat menjadi alternatif yang menarik. Selain itu, pemanfaatan limbah organik dan limbah laut juga dapat menjadi fokus untuk menciptakan ekonomi sirkular yang berkelanjutan.

Dalam menjaga keberlanjutan pengembangan di Pulau Rempang, peran pemerintah dan pelaku industri sangatlah penting. Mereka perlu bekerja sama dalam merumuskan kebijakan dan regulasi yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Selain itu, pendidikan dan pemberdayaan masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam menciptakan kesadaran dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan keberlanjutan di masa depan.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada, perlu ada komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat untuk memastikan bahwa Pembangunan di Pulau Rempang memberikan manfaat yang seimbang bagi semua pihak. Transparansi, partisipasi masyarakat, dan penilaian dampak yang komprehensif adalah beberapa elemen kunci yang dapat membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Jadi, dalam rangka menjaga keberlanjutan pengembangan di Pulau Rempang, penting bagi semua pihak terlibat untuk terus berkomunikasi, berkolaborasi, dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Dengan demikian, Pulau Rempang dapat berkembang dengan tetap mempertahankan karakter dan keberlanjutan yang telah ada, sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, investor, dan generasi mendatang.

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *